Jumat, 24 Mei 2013

The Old Man and The Sea

Lelaki tua dan laut - Ernest Hamingway
Ini benar-benar novel yang membosankan, awalnya, tapi dengan tema yang tidak biasa -kehidupan nelayan tua- saya malah enggan membaca setengah-setengah. Bagian yang benar-benar membosankan itu saat si nelayan tua melaut seorang diri selama beberapa hari. Ia berperang melawan ikan marlin raksasa tangkapannya yang sangat sulit ditarik ke permukaan, berkali-kali ikan raksasa itu memberontak. Saat dibagian ini nelayan itu sering berdialog seorang diri (saya jadi teringat film Cast Way-nya Tom Hank). Setelah hari ke tiga akhirnya ikan raksasa itu menyerah juga, ia pun naik ke permukaan. Yang jadi masalah selanjutnya: bagaimana cara mengangkut ikan raksasa itu ke dalam perahunya? 

Dan bagian yang menegangkan ketika nelayan tua itu hendak kembali ke daratan. Ia berkali-kali berperang melawan ikan-ikan hiu yang memburu hasil tangkapannya. Bagian ini benar-benar mebuat saya tegang, ingin menutup buku ini karena nggak sanggup membayangkannya tapi juga dihadang rasa penasaran: Apa nelayan tua itu berhasil kembali ke daratan dengan selamat? Apa ikan hasil tangkapannya bisa utuh hingga di daratan? Yang pasti saya mendapat pesan moral dari cerita ini. Seperti yang tertulis di sampulnya: "manusia bisa dihancurkan, tapi tidak bisa dikalahkan"

Ah iya, saya juga suka lihat foto-foto di halaman belakangnnya. Salah satunya foto Ernest Hemingway bersama ikan Merlin tangkapannya b^_^d

Rabu, 15 Mei 2013

Water for Elephants

Water for Elephants - Sara Gruen
Dengan tema yang tidak biasa, Water for Elephant mampu memikat saya. Baru kali ini saya membaca novel dengan tema sirkus, sudah lama saya penasaran dengan kehidupan dunia sirkus (cerita seputar dunia sirkus yang tidak dikisahkan sebagai cerita fantasi, tentunya). 

Halaman pembuka novel ini dimulai dengan Prolog. Pada bagian prolog ini bercerita awal mula kekacauan di Benzini Bersaudara, ketika binatang-binatang lepas kendali. Ada salah satu paragraf yang membuat saya penasaran pada novel ini:

Rabu, 08 Mei 2013

Coraline

Coraline  -  Neil Gaiman


"Fairy tales are more than true; not because they tell us that dragons exist, but because they tell us that dragons can be beaten".-G.K. Chesterton.


Saya tahu novel ini setelah menonton filmnya beberapa tahun lalu. Saat cari di Goodreads seperti apa cover novelnya, saya baru 'ngeh' kalau ini novel yang sempat saya incar-ingin-beli sekitar tahun 2004an. Dulu nebak-nebak saat melihat covernya, "pasti ini cerita horor", ternyata saya benar. Setelah membandingkan ternyata lebih seram novelnya daripada filmnya. Ada lagi yang membuat novel ini lebih seram daripada filmnya. Dalam novel ini Coraline seorang diri melawan "Another Mother", sementara di filmnya ia punya seorang teman cowok yang membantu.

Diceritakan Coraline Jones baru pindah disebuah Rumah Tua yang sangat besar, saking besarnya flat di atas lantai yang ditempati keluarga Coraline tinggal seorang lelaki tua dan di flat di lantai dasar di bawah keluarga Coraline tinggal dua wanita tua gemuk, Miss Spink dan Miss Forcible. 

Coraline melewatkan dua minggu pertamanya di rumah baru itu dengan menylidiki kebun dan tempat-tempat sekitarnya. Coraline selalu pergi keluar setiap hari, sampai suatu hari turun hujan dan Coraline diam di rumah saja. Kedua orang tua Coraline bekerja melakukan kegiatan di komputer dan mempunyi ruang kerja sendiri-sendiri. Mereka terlalu sibuk dengan pekerjaan masing-masing.

Hari itu ayah Coraline ada di rumah. Ia minta izin keluar untuk melanjutkan penyelidikannya, namun ortunya menolak. Ayahnya menyarankan agar Coraline melanjutkan penyelidikannya di dalam flat. Ayahnya memberi kertas dan pen, "Hitung berapa jumlah pintu dan jendela di rumah ini. Tuliskan apa-apa saja yang berwarna biru. Buat ekspedisi untuk menyelidiki tangki air panas dan jangan ganggu aku supaya aku bisa bekerja".

Selama penyelidikan rumah tua itu, Coraline menemukan pintu besar, cokelat, berukir di sudut ujung ruang duduk -terkunci. Ia bertanya pada ibunya pintu itu menuju kemana, ibunya menjawab tidak kemana-mana. Coraline penasaran dan meminta ibunya membuka, setelah pintu itu dibuka menggunakan salah satu kunci paling besar, paling hitam, dan paling karatan pintu itu tidak menuju kemana-mana hanya tembok bata yang ada di baliknya.

Suatu hari saat kedua orang tuanya tak ada dirumah, karena bosan Coraline si anak-ingin-tahu-yang-tak-bisa-diam ini iseng-iseng membuka kembali pintu tak kemana-mana di ruang duduk. Namun kali inidi balik pintu tampak lorong gelap, batu batanya tak ada lagi, seolah-olah memang tak pernah ada. Setelah ia melewatinya di balik lorong itu terdapat ruang yang sama persis dengan ruang duduk flatnya.

Disana ada seorang wanita agak mirip ibunya. Hanya saja kulitnya putih seperti kertas, dia lebih jangkung dan lebih kurus, jemarinya terlalu panjang dan tidak henti-hentinya bergerak dan kuku jemarinya yang merah gelap tampak melengkung tajam, kedua matanya berupa sepasang kancing besar dan hitam!